Kendati 60 tahun telah berlalu sejak bom atom AS dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, pendapat umum rakyat kedua negara itu (soal penjatuhan bom) masih sangat berbeda, rakyat AS meyakini penjatuhan bom itu untuk mengakhiri perang Pasifik sementara rakyat Jepang berpendapat penjatuhan bom itu sangat tidak diperlukan.
"Alamiah saja bagi banyak warga Amerika untuk membenarkan pemboman atom itu. Sudah sejak lama mereka memikirkan hal itu," kata Akihiro Takahashi (74), mantan kepala Museum Bom Atom Hiroshima, ketika berbicara di Washington bulan Juni 1980 dengan Brigjen Paul W. Tibbets, pilot pembom B-29 Enola Gay yang menjatuhkan bom-A di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.
"Saya menyaksikan B-29 anda dari satu kebun sekolah," kata Takahashi kepada mantan pilot itu. Takahashi, yang waktu itu kelas dua SLTP, mengalami luka bakar sangat parah di bagian punggung dan kedua kakinya.
Namun Tibbets mengatakan dia akan melakukan hal yang sama jika diperintahkan kembali. Sambil melipat kedua tangannya di dada, Tibbets mengatakan karena itu, perang seharusnya tidak boleh terjadi.
"Tak ada permohonan maaf, tapi dia kelihatan menderita," kata Takahashi, yang secara rutin datang ke rumah sakit untuk menjalani perawatan hepatitis kronis dan sejumlah penyakit lainnya.
"Saya ingin pergi ke Amerika Serikat dan berbicara kepada orang-orang yang meyakini bahwa bom atom masih diperlukan. Namun saya tidak punya waktu".
Dalam satu survei pendapat umum, yang sama-sama dilaksanakan oleh Kyodo dan AP, 75 persen orang Jepang menyatakan (penjatuhan) bom atom itu tidak perlu dilakukan, sementara 68 persen rakyat AS mengatakan aksi itu perlu dilakukan untuk mengakhiri perang secepat mungkin.
Namun survei yang dilaksanakan awal bulan ini guna menandai 60 tahun berakhirnya perang Pasifik, mendapati satu kontradiksi yakni 48 persen rakyat Amerika mengatakan mereka mendukung pemanfaatan bom atom, sementara 47 persen dari mereka menentangnya.
William Breer, kepala divisi Jepang pada Pusat Pengkajian Stategis dan Internasional AS, mengatakan tak ada cara lain bagi AS selain menjatuhkan bom itu untuk meminimalisir jumlah korban tentara AS dan mengakhiri perang.
Di tengah keputusasaan warga Amerika terhadap perang Irak yang terus berlanjut, kemenangan AS pada Perang Dunia II telah dievaluasi sedemikian ketat oleh setiap generasi dan mengupayakan untuk menyatukan mereka, guna membuat pembenaran pemanfaatan penjatuhan bom itu tidak dapat digoyahkan kembali.
Daryl Kimball dari Perhimpunan Pengendalian Senjata AS menyatakan warga Amerika secara aklamasi mendukung perlucutan dan pemusnahan nuklir tapi ketika mendengar bahwa pemboman atom diperlukan untuk mencegah jatuhnya korban tewas lebih banyak di antara tentara AS, mereka dengan mudah akan mendukungnya.
"Di Jepang, juga terdapat kecenderungan untuk menerima serangan bom atom itu sebagai bencana alam dan tidak berpendapat bahwa kejadian itu merupakan konsekuensi dari kekejaman mereka di Asia," kata Takashi Kawamoto, seorang profesor pada program pasca sarjana Universitas Tokyo.
Untuk berbagi penentangan terhadap kenangan perang, Kawamoto mengusulkan "perawatan kenangan".
"Daripada mengingat-ingat hulu ledak nuklir, cerita individu tentang korban bom atom, nama-nama dan wajah siapa saja yang dapat disaksikan seharusnya diceritakan terus menerus. Penting untuk melakukan upaya-upaya yang mantap untuk menemukan bagian-bagian yang dapat disepakati bersama dalam cara pandang yang berbeda dan mengumpulkannya".
Survei kali ini juga mendapati bahwa 82 persen orang Jepang dan 69 orang Amerika tidak berpikir serangan pendahuluan dengan menggunakan senjata nuklir dapat dibenarkan di masa mendatang.
"Terdapat perbedaan besar berkenaan dengan kesadaran antara pemerintahan Bush yang mungkin menggunakan senjata nuklir sebagai serangan awal dan penduduk AS," kata Motofumi Asai, presiden Institut Perdamaian Hiroshima.
"Amat sulit mengubah pengakuan di masa lalu, tapi masih mungkin mengubah pendapat pemerintah AS dengan memunculkan pendapat publik bahwa senjata nuklir tidak perlu lagi digunakan di waktu mendatang," katanya
Sumber : tulisdunia.blogspot.com | Ernest Jeremi
0 komentar:
Posting Komentar